Senin, 07 Juni 2021

Tanda Tanya

 

Tanda Tanya Makam Embung Puntik

By. Evi Sulistiana

Aku adalah seorang pengembara yang fakir ilmu, sehingga terus menjelajah memberikan torehan bekas langkah disetiap permukaan tanah. Dulu, aku berpikir bahwa budaya itu simpel, misalnya saja tentang budaya pernikahan adat Sasak. Tapi, setelah melakukan penelitian mengenai budaya pernikahan ternyata budaya itu banyak makna yang terselip disetiap simbolnya. “Aaahh… Ternyata budaya Sasak itu bagus sekali untuk dipelajari, kenapa nggak dari dulu aja.” pikirku.

    Mulai dari sinilah aku mulai tertarik dengan budaya. Beberapa dosenku memberikan tugas mengalisis mengenai budaya yang ada di Lombok, khususnya kemaliq. Setelah aku mencari tau apa sih kemaliq Ranget. Aku mengetahui bahwa kemaliq itu adalah tempat yang suci dan sakral yang digunakan para leluhur dan para waliyallah untuk bertafakkur.

    Sepulang dari penelitian, rasa ingin lebih mengetahui mengenai kemaliq itu muncul, tidak hanya kemaliq di Ranget saja tetapi aku mulai menanyakan hal ini kepada orang tua. “Ayah.. di Telok ini ada kemaliq nggak?” tanyaku. Ayah yang sedag sibuk memperbaiki Tv yang rusak menoleh, “Ada, itu makam Embung Puntik”. Mendengar jawaban beliau, aku mulai ber-oh ria dalam pikir. Tetapi aku tidak melanjutkan pertanyaan itu karena takut mengganggu konsentrasinya.        

    Sehari berlalu, aku dengar suara ribut dari dapur. “Ibu… Ada suara ribut apa itu. Adel mengantuk, buk!”. Ibu yang sedang riweh di dapur menyahut dengan nada kesal, “Del.. diam deh, lebih baik bangun, pergi belajar ke rumah temannya.” Ah, ibu memang selalu seperti itu, dengan terpaksa aku mulai menghampirinya. Melihat dapur yang begitu berantakan membuat moodku semakin hancur. “Mau dibantu nggak, buk?” tawarku. Aku yang sudah tau tabiat ibu sudah tau apa yang akan dikatakan olehnya. “Tidak usah. Adel, kalau jadi anak gadis itu lebih awal bangun, bantu ibu beres-beres rumah……..” Ibu adalah orang yang selalu mengulang kata-kata yang sama, selalu itu saja. Tapi, dari ibulah aku mendapatkan semangat untuk terus menuntut ilmu sampai sekarang. Karena malas berdebat dengan ibu, aku memilih diam dan bersiap-siap mandi.

Setelah selesai dari kegiatan skincare-an, aku memutuskan untuk pergi belajar sekaligus bermain ke rumah teman, hanya sekedar berbagi tawa dengan cerita receh ala kami. “Hey! Kalian tau nggak, kalau ternyata makam Embung Puntik itu kemaliq loh”. Aku membuka percakapan serius. Hahaha nggak serius juga sih, hanya saja rasa penasaranku benar-benar nggak ketulungan. Mereka hanya tertawa, hal itu membuatku semakin kesal saja. “Aku serius, ayok jawab!” tegasku.

“Kamu baru tau!” jawab Rana. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan. Mereka kembali tertawa, “Ya Allah, hidup di gua mana lo?” sarkas Syalwa. Mereka memang klop banget kalau masalah begini. Dasar.

Tapi, yang mereka tau hanya makam Embung Puntik adalah kemaliq, tidak dengan ceritanya. Aku yang mulai penasaran dengan makam itu mulai mencari informasi mengenai makam itu, kenapa bisa dikatakan bahwa itu adalah kemaliq. Saat aku pulang dari rumah Syalwa ada kejadian disalah satu rumah warga. Aku melihat banyak warga yang mengerumuni rumah tersebut, dikarenakan istrinya kemasukan jin. Dia mengatakan bahwa, “Kalian semua sudah jarang berkunjung ke makam, jadi datanglah”. Kejadian ini memang sering terjadi di sini, hanya saja aku tidak mengerti bahwa makam yang sering masyarakat kunjungi adalah kemaliq.

Sesampai di rumah, aku melihat kakek duduk di berugak bawah mangga depan rumah, sambil menyulam. Aku hampiri beliau, “Kakek.. Tiang mau tanya sedikit mengenai makam Embung Puntik. Apa benar makam itu adalah kemaliq, kemudian kenapa makam itu disebut dengan kemaliq?”

Kakek tersenyum mendengar pertanyaan yang aku lontarkan. Beliau menjawab, “Memang benar bahwa makam Embung Puntik adalah kemaliq, hanya saja namanya berubah menjadi makam, sebenarnya adalah kemaliq Embung Puntik”. Aku benar-benar telat mengetahui hal ini. “Nak, kemaliq Embung Puntik itu berawal dari seorang datu, yang bernama Datu Pemban atau Datu Kuraeng. Ia adalah seorang datu dari kerajaan pejanggik. Konon ceritanya, ia hilang di kemaliq Embung Puntik. Ia juga seorang waliyullah. Jasadnya tidak dapat ditemukan, meskipun ada pelambangnya sebuah makam di kemaliq Embung Puntik. Hal ini menyebabkan kemaliq berubah nama menjadi makam Embung Puntik. Kemaliq Embung Puntik biasanya dijadikan tempat untuk ritual keagamaan, seperti meminta hujan. Karena datu Pemban mengatakan, “Jika kalian kesulitan dengan air, maka datanglah berkunjung untuk bedoa dan meminta hujan di tempat ini.” Ini adalah pesan yang disampaikan olehnya. Sehingga, masyarakat akan datang kesana untuk berdoa dan meminta hujan, jikala musim kemarau berkepanjangan”

Aku mulai mengerti bahwa ada cerita yang tersimpan dibalik penamaan sebuah tempat. Aku sangat senang mendengarkan cerita dari kakek mengenai sejarah dari kerajaan-kerjaan yang ada di Lombok. Diskusi kami berjalan begitu cepat, yang diakhiri dengan cahaya merah yang mulai terbentang di ufuk barat. Angin yang mulai tenang membawaku pada pemahaman yang lebih mendalam mengenai budaya, khususnya kemaliq.

Dengan adanya kegiatan-kegiatan keagamaan di kemaliq, bisa dikatakan bahwa masyarakat melestarikan dan menjaga warisan budaya para leluhur terdahulu. Nah, giliran kita nih buat belajar dan ikut andil dalam setiap kegiatan kebudayaan yang ada di sekitaran kita. Semakin banyak kita bergaul dengan masyarakat, maka ilmu kita juga akan terus terisi.