Sabtu, 30 Desember 2023

MANUSIA INDONESA DARI PERSPEKTIF YANG BERAGAM

Penulis: Evi Sulistiana

 

Perjalanan pendidikan dimulai sejak abad ke-20 sebelum Indonesia merdeka. Pendidikan saat itu, dikhususkan untuk mendidik calon-calon pegawai negeri, pembantu kepunyaan Belanda, serta anak-anak Eropa dan petinggi-petinggi negara kala itu. Masyarakat Indonesia hanya diberikan pengajaran membaca, menulis, dan berhitung. Namun, munculnya kesadaran dari tokoh-tokoh bangsa tentang pentingnya pendidikan bagi masyarakat Indonesia mulailah dibangun sekolah-sekolah dibeberapa tempat. Hingga sampai pada zaman bangkitnya jiwa merdeka, Ki Hadjar Dewantara membangun sekolah bernama “Taman Siswa”. Pendidikan dan pengajaran yang dikembangkan dari dulu adalah kesadaran kultural, jaminan kemerdekaan, dan kebebasan kebudayaan bangsa. KHD sangat mementingkan teintegrasikannya sistem kebudayaan dalam pendidikan sebagai upaya menanamkan nilai-nilai kebangsaan Indonesia karena pengaruh pendidikan sebelumnya hanya berfokus pada intelektualitas, invidualisme, dan materialisti. Konsep pendidikan dan pengajaran yang diusung oleh KHD adalah pendidikan dan pengajaran harus bersifat pemeliharaan tumbuhnya benih-benih kebudayaan.

Pemikiran-pemikiran KHD ini tertuang dalam dasar-dasar pendidikan KHD, di mana pendidikan adalah upaya untuk memajukan perkembagan budi pekerti, pikiran, jasmani anak-anak untuk mencapai kesempurnaan hidup. KHD sangat mementingkan kebudayaan dalam pendidikan karena pendidikan nasional harus berdasarkan garis-garis bangsanya (kultur) dan ditujukan untuk keperluan perikehidupan, mengangkat derajat negeri dan rakyatnya, sehingga bersamaan kedudukan dan pantas bekerja sama dengan bangsa lain untuk kemuliaan segenap manusia di seluruh dunia. Dalam pemikiran KHD, terdapat konsep Tricon dimana pendidikan dan pengajaran harus berkelanjutan (belajar sepanjang hayat), kemudian pendidik maupun peserta didik dapat mengakses sumber dari negara manapun tanpa menghilangkan nilai kebudayaan Indonesia, dan bertitik pusat pada Bhineka Tunggal Ika. Tricon mengandung asas-asas kebudayaan/akulturasi budaya yang harus diterapkan dalam sistem pendidikan dan pengajaran di Indonesia.

Pengajaran harus disesuaikan dengan kodrat alam dan kodrat zaman peserta didik. Sehingga, KHD menjelaskan bahwa didiklah anak sesuai dengan zamannya. Kodrat alam bisa mengacu pada konteks lokal sosial budaya peserta didik, sedangkan kodrat zaman disesuaikan dengan era/kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan pada abad 21 ini yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai kebudayaan bangsa. Pendidik memiliki tanggungjawab untuk menjadi among “sistem among” bagi peserta didik. Pendidik menuntun dan memberikan tuntunan. Anak diberikan kebebasan dalam belajar untuk dapat memenuhi kebutuhan belajarnya. Sehingga, tugas pendidik di sini adalah berdasar pada semboyan pendidikan KHD, yaitu Ing ngarso suntolodo (di depan sebagai teladan/contoh), Ing madya mangun karso (di tengah memberi motivasi), dan Tut wuri handayani (di belakang mendorong/arahan).

Integrasi kebudayaan dalam pendidikan bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai kebhinekatunggalikaan, nilai pancasila, dan nilai religiusitas yang terkandung dalam keberagaman budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Kebudayaan merupakan buah budi manusia, terbentuk dari kejadian dan tabiat yang dapat memelihar serta memajukan manusia ke arah keadaban. Kebudayaan adalah hasil perjuangan terhadap dua pengaruh yang kuat, yaitu kodrat alam dan kodrat zamannya. Hal ini berkaitan dengan identitas manusia Indonesia. Identitas manusia Indonesia adalah manusia yang menghayati nilai-nilai kemanusiaan khas yang dijadikan identitas dan manusia Indonesia. Ada tiga hakiki nilai-nilai kemanusiaan Indonesia yang khas, diantaranya:

a. Nilai kebhinekatunggalikaan (keragaman), merupakan ciri khas bangsa Indonesia ditandai dengan pertama, keragaman merupakan kekayaan masyaraat Indonesia Indonesia (anugerah alamiah yang sudah ada sebelum terbentuknya Indonesia). Kedua, memuat nilai-nilai yang menjiwai dinamika hidup bersama dengan keberagaman pengalaman hidup, budaya, bahasa, ras, suku, kepercayaan, tradisi, dan berbagai ungkapan simbolik. Inilah yang disebut dengan kebhinekatunggalikaan memuat nilai kemanusiaan Indonesia yang menjadi identitas bangsa dan budaya Indonesia. Contohnya, saya berasal dari Nusa Tenggara Barat, Lombok. lombok terbagi menjadi lombok timur, lombok tengah, lombok barat, dan kabupaten lombok utara. Masing-masing memiliki bahasa yang berbeda hampir di setiap desa memiliki ciri khas bahasanya tersendiri. Selain itu, kebudayaannya seperti tradisi merariq, perang timbung, kemaliq, dan sebagainya, sedangkan di kabupaten lombok utara terkenal dengan budaya/tradisi waktu telu masyarakat Bayan. Satu pulau kecil seperti Lombok saja sudah sangat beragam dan memiliki nilai-nilai kebudayaan.

b. Nilai pancasila, nilai-nilai pancasila diambil dari nilai-nilai luhur yang sudah hidup di masyarakat, dijadikan sebagai ideologi bangsa (Ir. Soeekarno).  Pancasila berisi “Djiwa bangsa Indonesia”. Sila-sila pancasila mengandung nilai hidup bersatu, bertanggungjawab, bekerjasama, hidup adil dan bermusyawarah (bergotong royong) untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap pribadi dan bersama.

c. Nilai religiusitas, merupakan salah satu aspek insani berupa getar hati dan kualitas manusia yang mendorong bertumbuhnya sikap atau kecenderungan hidup yang bernilai. Setiap masyarakat Indonesia memiliki nilai religius untuk meningkatkan kualitas batin, kelestarian dan keberlanjutan hidupnya. Religiusitas tumbuh atas dasar pengalaman relasi manusia dengan Allah, alam duniawi yang menumbuhkan sikap-sikap religius. Di daerah saya nilai religiusitas ini berupa ziarah makam sebagai bentuk penghormatan terhadap guru-guru kami. Selain itu, ada ziarah makam untuk meminta hujan di Makam Embung Putik, dan kegiatan religius lainnya.

Pendidikan memiliki peran penting dalam melestarikan keragaman suku, budaya, etnis, dan agama untuk menjaga kesatuan, memelihara keharmonisan, dan mengembangkan kualitas Indonesia. Pendidikan berperan penting untuk membangun paradigma berpikir, bersikap, dan berperilaku sebagai bangsa Indonesia. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam keragaman (kebhinekatunggalikaan), pancasila, dan religiusitas dapat diimplementasikan dalam pendidikan. Manusia dan kebudayaan tidak bisa dipisahkan, manusia berhubungan dengan tingkah laku, norma, dan ajaran budayanya. Oleh karena itu, pendidikan terintegrasi dengan kebudayaan, pendidikan berubah sesuai perkembangan kebudayaan. Pembelajaran yang menerapkan kebudayaan (sosikultural) bertujuan untuk menuntun dan membentuk karakter peserta didik. Sehingga, pendidikan dan pengajaran yang diterapkan sekarang adalah mengacu pada nilai-nilai pancasila untuk membangun Profil Pelajar Pancasila, kemudian pembelajaran berbasis kebudayaan untuk meningkatkan kesadaran dan cinta budaya melalui progam P5 dan penggunaan pendekatan pembelajaran CRT serta menerapkan nilai-nilai religiusitas peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas maupun luar kelas.

Mengetahui identitas manusia Indonesia dapat memudahkan pendidik dalam mengenal masing-masing latar belakang peserta didik sehingga memudahkan pendidik untuk membuat rancangan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan perspektif sosio kultural di mana pendidik dapat menyelaraskan identitas manusia, nilai kultur dan nilai luhur untuk mempertahankan ciri khas manusia Indonesia dengan menyesuaikan latar belakang peserta didik yang berbeda -beda setiap daerah. Adanya, pembagian fase pada setiap jenjang pendidikan sekarang memudahkan pendidik untuk menentukan level kemampuan peserta didik dan menyesuaikan dengan kebutuhan belajar mereka. Penerapan sosio kultural di sekolah dapat mengurangi pengaruh budaya dari luar karena sudah tertanam dan membentuk karakter peserta didik.  Pendidikan merupakan proses transfer kebudayaan dan sebagai cermin nilai-nilai kebudayaan. Dalam ilmu psikologi perkembangan kaitannya dengan keberagaman identitas manusia Indonesia dapat diketahui bahwa cara-cara tradisi sebuah budaya dapat mengatur, mempengaruhi, dan mntranfortasikan perilaku manusia yang membutuhkan sikap toleransi dalam menyatukan keberagaman khas Indonesia. Adanya, pendidikan transformative betujuan untuk menyatukan masyarakat dengan nilai-nilai keberagaman (kebhinekatunggalikaan) sebagai tujuan dari pendidikan nasional.

Ki Hadjar Dewantara, “Bahwa corak pendidikan haruslah bersifat nasional”. Artinya, pendidikan harus bercorak sama dan tidak mengabaikan budaya lokal dalam mengembangkan karakter anak bangsa. Adapun pola asuh serta di Daerah Khusus adalah dengan mengenali karakter peserta didik dan lingkungannya, menyesuiakan pembelajaran dengan sosio kultural yang ada di daerahnya, memanfaatkan sumber belajar dari lingkungan peserta didik, menghadirkan tokoh-tokoh/penggiat budaya, membantu peserta didik untuk meningkatkan kemampuannya dalam materi pembelajaran atau memperkenalkan teknologi sebagai media/sumber yang dapat digunakan dalam pembelajaran.

Terima kasih

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar